Beranda | Artikel
Hukum Puasa Wishal
Senin, 17 Maret 2025

Hukum Puasa Wishal adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Riyadhus Shalihin Min Kalam Sayyid Al-Mursalin. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Mubarak Bamualim, Lc., M.H.I. pada Selasa, 11 Ramadhan 1446 H / 11 Maret 2025 M.

Kajian Tentang Larangan Mengangkat Pandangan ke Langit Saat Shalat

Kita lanjutkan pada pembahasan bab puasa wishal. Disebutkan oleh Al Imam An Nawawi rahimahullah bahwa definisi puasa wishal adalah seseorang berpuasa dua hari berturut-turut atau lebih dari itu, artinya dia menyambung puasanya tanpa makan dan minum. Puasa ini dilarang di dalam Islam, meskipun orang itu kuat.

Misalnya tadi dia sahur, kemudian di malam waktu berbuka, dia tidak berbuka. Lalu semestinya dia makan sahur, dia tidak sahur, kemudian dilanjutkan puasanya sampai keesokan harinya. Inilah yang dinamakan al wishal. Menyambung dua hingga tiga hari. Nanti kita akan membacakan hadits-hadits yang melarang puasa wishal tersebut.

Ada dua hadits yang Al Imam An Nawawi rahimahullah bawakan dalam bab ini. Hadits yang pertama, dari Abu Hurairah dan Ummul Mukminin ’Aisyah Radhiyallahu ’Anhuma, bahwasanya mereka berkata,

نَهَى رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – عَنِ اَلْوِصَالِ

”Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang dari puasa wishal.” (Muttafaqun ’Alaih)

Di dalam hadits ini, Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam melarang dengan larangan yang jelas, dari puasa wishal.

Hadits ini juga berbicara tentang bagaimana Islam mengajarkan kepada kita tentang sesuatu yang menengah (al washt). Jadi dalam ibadah tidak boleh ghuluw (berlebihan). Namun juga tidak menggampangkan. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk bersikap menengah. Tidak berlebihan dan tidak juga meremehkan maupun melalaikan suatu kebajikan atau amal. Karena syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala lah yang terbaik. Apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya syariatkan, itulah yang terbaik bagi manusia.

Allah Subhanahu wa Ta’ala – yang menurunkan syariat ini – lebih mengetahui tentang makhluk ciptaan-Nya, yaitu manusia. Alla Subhanahu wa Ta’ala mengetahui wataknya, kemampuannya, dan apa yang ada di dalam jiwa seseorang.

Maka ketika seseorang berupaya untuk berlebihan dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, berarti dia telah melampaui garis batas yang Allah Subhanahu wa Ta’ala syariatkan. Oleh karena itu kita harus mengikuti apa yang Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam ajarkan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

”.. maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan (fitnah) atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. An-Nur[24]: 63)

Sebagian ulama salaf yang di antaranya adalah Imam Ahmad bin Hambal, yang dikatakan dengan fitnah di sini adalah kesyirikan.

Jadi ketika seseorang mengikuti Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam, ini merupakan jalan yang terbaik. Termasuk taqarrub ilallaah, mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan mengikuti jejak dan contoh yang Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam berikan. Kita lakukan apa yang beliau perintahkan, dan meninggalkan apa yang beliau larang.

Kemudian hadits berikutnya bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ’Alaihi wa Sallam melakukan puasa wishal, namun yang beliau lakukan tidak sama dengan yang lainnya. Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam tidak sama dengan ummatnya.

Hadits yang pertama tadi menjelaskan kepada kita tentang wajibnya kita mengikuti Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam dan jangan sampai kita berlebihan dalam beribadah. Dan juga ini merupakan rahmat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati hamba-hamba-Nya, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan syariat yang sudah sesuai kemampuan mereka.

Bahkan tidak sedikit keringanan-keringanan dalam Islam. Seseorang yang tidak mampu berdiri ketika shalat, maka dia dibolehkan shalat sambil duduk. Seseorang yang tidak mampu duduk ketika shalat, bahkan dia boleh melakukannya sambil berbaring. Seorang musafir yang tidak kuat berpuasa, dia diberikan keringanan untuk tidak berpuasa.

Agama Allah Subhanahu wa Ta’ala ini memberikan kemudahan bagi kita dan benarlah apa yang Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam sabdakan,

إِنَّ الدِّيْنَ يُسْرٌ

Sesungguhnya agama (Islam) itu mudah.” (HR. Muslim)

Agama Islam ini tidak sulit dan tidak menyulitkan kepada umatnya.

Oleh karena itu marilah kita menerima keringanan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan. Amalkan syariat-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala bergembira ketika seorang hamba melaksanakan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan keringanan kepadanya.

Hadits berikutnya, dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘Anhuma, beliau berkata,

نَهَى رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – عَنِ اَلْوِصَالِ, قَالُوا فَإِنَّكَ تُوَاصِلُ يَا رَسُولَ اللَّهِ . قَالَ « إِنِّى لَسْتُ كَهَيْئَتِكُمْ ، إِنِّى أَبِيتُ لِى مُطْعِمٌ يُطْعِمُنِى وَسَاقٍ يَسْقِينِ

”bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang dari puasa wishal. Kemudian para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau sendiri melakukan wishal.” Rasul –Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam– bersabda, “Aku tidak seperti kalian. Di malam hari, aku diberi makan dan diberi minum oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Bukhari)

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajian kajian yang penuh manfaat ini.

Download MP3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55009-hukum-puasa-wishal/